Wajah Baru Gerbang Gedung Sate Disorot Publik, Begini Perubahannya

foto/istimewa

Sekilas.co – Gerbang baru Gedung Sate memicu perbincangan panjang, mulai dari pemerintah yang menyebutnya sebagai penguatan identitas budaya, warga yang menilai renovasi tidak mendesak, hingga ahli cagar budaya yang melihatnya sebagai bentuk adaptasi arsitektur yang sah.

Pintu masuk ikonik kantor Gubernur Jawa Barat itu kini tampil dengan nuansa baru berupa gapura bergaya budaya Sunda berbahan terakota yang menggantikan bentuk lama yang telah puluhan tahun melekat di ingatan publik.

Baca juga:

Sejak beberapa pekan terakhir, wajah kawasan Gedung Sate tampak berubah. Pilar-pilar bata terakota mulai tersusun, dan detail arsitektur Sunda terlihat mengemuka. Menurut pemerintah, langkah ini bukan sekadar menambah estetika.

Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi Jawa Barat, Mas Adi Komar, menegaskan bahwa revitalisasi dilakukan untuk memperkuat karakter visual gedung pemerintahan.

“Memang secara umum kota pemerintah terus berbenah kaitan dengan lingkungan dan sarana prasarana di Gedung Sate karena sebagai ikon Jawa Barat dan perlu representasi visual yang lebih kuat terkait kekhasan Jawa Barat,” ujarnya.

Selain alasan estetika, Adi menyebut pagar lama mengalami kerusakan akibat demonstrasi beberapa waktu lalu.

“Beberapa kali kemarin ada aktivitas unjuk rasa yang memang saat itu berlangsung berdampak pada infrastruktur pagar, jadi ada yang perlu diperkuat kembali dan sementara ini kita masih tambal sulam perbaikannya, tidak menyeluruh,” tuturnya.

Ia memastikan pembangunan telah direncanakan dalam APBD Perubahan 2025.

“Kita sudah merencanakan revitalisasi arena muka dan pagar beberapa item di lingkungan Gedung Sate di APBD Perubahan, dan salah satunya pembangunan gapura,” katanya.

“Jadi kantor gubernur ikon Jawa Barat perlu memiliki representasi visual yang lebih kuat sebagai identitas kekhasan Jawa Barat,” sambungnya.

Di sisi lain, beberapa warga mempertanyakan urgensi proyek ini. Kurniawan, warga Kabupaten Bandung, menilai perubahan visual Gedung Sate justru menghilangkan ciri khas lama.

“Sayang, kalau sudah gitu ya sudah gitu saja. Itu sudah jadi ikon, sayang kalau diubah,” ujarnya.

Menurutnya, perubahan benteng menimbulkan pertanyaan soal konsistensi estetika kawasan pemerintahan, dan ia khawatir bentuknya akan berubah setiap kali pejabat berganti.

“Karena kalau gitu (bentuk lama), nanti ganti gubernur ganti lagi. Ini kan gayanya KDM dari Purwakarta, kan bawanya, kalau gubernurnya ganti lagi, nanti ganti lagi,” ucap pria berusia 42 tahun itu.

Ia juga menganggap banyak kebutuhan yang lebih mendesak di Jawa Barat.

“Enggak ada urgen, aneh urgennya. Banyak yang lebih penting di Jawa Barat, itu juga pakai anggaran. Kalau sebelumnya belum dipagar lalu dipagar itu jelas, kan ini sudah dipagar,” tambahnya.

Keluhan serupa datang dari Mulyana, warga Sindangkerta, yang menilai anggaran seharusnya diprioritaskan untuk infrastruktur dasar.

“Gedung Sate itu bangunannya sudah bagus. Kalau diubah gitu sayang anggarannya,” ujarnya.

Sebagai pengemudi ojek online, ia menyaksikan langsung berbagai persoalan jalan dan lampu penerangan yang belum diperbaiki.

“Sepanjang jalan dari Cimahi sampai Sindangkerta banyak PJU padam. Lalu di Sindangkerta sendiri masih ditemui banyak jalan rusak,” tuturnya.

Ia pun mempertanyakan prioritas pemerintah.

“Kenapa enggak ke sana dulu (jalan rusak dan PJU), kenapa harus benteng dulu?” ucap Mulyana.

Selama proses pembangunan, warga dan netizen di media sosial terbelah. Ada yang mendukung karena bentuk gerbang dianggap merepresentasikan kearifan lokal, namun tidak sedikit yang heran karena tampilannya berbeda dengan gaya bangunan kolonial.

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi turut menanggapi perdebatan tersebut. Ia memastikan pembangunan ulang pagar Gedung Sate menjadi Gapura Candi Bentar telah melalui perencanaan dan konsultasi bersama arsitek.

“Jangan ngikutin netizen. Kita ngikutin arsitek, gitu loh. Kalau ngikutin netizen, enggak akan selesai-selesai, nanti ada banyak versinya,” kata Dedi Mulyadi, Jumat (21/11/2025).

Dedi menyebut konsep gapura tidak dibuat sembarangan, melainkan telah dimatangkan untuk menyempurnakan tata ruang gedung bersejarah.

“Tapi banyak netizen juga yang memuji, kok. Enggak ada masalah. Kita ikutin arsitek yang ahli di bidang penataan ruang, terutama untuk membangun, menata, menyempurnakan ruang-ruang gedung yang bersejarah,” pungkasnya.

Dari perspektif pelestarian budaya, ahli memiliki pandangan berbeda. Ahli Cagar Budaya sekaligus Ahli Pemugaran Cagar Budaya Jabar, Tubagus Adhi, menyebut pembangunan gapura baru tetap sesuai koridor regulasi.

“Sebenarnya kan gini, kalau di cagar budaya itu kudu dilihat dulu. Pada konteks pemugaran, kalau cagar budaya teh ada istilahnya ada pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan,” kata Adhi.

Ia menegaskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 memperbolehkan adaptasi selama nilai penting bangunan tidak menurun.

“Nah kalau merubah, di pelindungan itu kan ada pemugaran. Tapi di pengembangan ada konstruksi, rehabilitasi dan restorasi, itu ada adaptasi namanya. Adaptasi bangunan itu tuh, sudah diatur dalam undang-undang,” jelasnya.

Adhi juga menegaskan pagar Gedung Sate bukan bagian dari struktur asli kolonial.

“Kalau masa kolonial, itu enggak ada pagarnya. Tapi kan penting sekarang pakai pagar, gimana kalau kejadiannya seperti kemarin, yang diberi pagar aja dibakar di DPRD, gimana ini kalau ada yang iseng, kan gitu,” ujarnya.

Ia bahkan menyebut konsep Gapura Candi Bentar selaras dengan filosofi arsitektur Gedung Sate karya J. Gerber.

“Gedung Sate sama Gerber arsiteknya itu didesain dengan gaya elektik yang kita sebut art deco. Kalau di Eropa, itu karena terinspirasi dari ditemukannya makam-makam Firaun di Mesir, terus kalau di Amerika itu karena mereposisi dari makam-makam Suku Aztec,” katanya.

“Nah di kita, pada masa Hindia Belanda, itu mereposisi ke Candi Hindu-Budha. Bagi saya secara pribadi, Gapura Candi Bentar konteksnya keren, ada sentuhan nilai sejarahnya. Dan di kita ini baru, beda dengan di Jawa Tengah, Jawa Timur sama Bali yang sudah menerapkan konsep itu,” pungkasnya.

Artikel Terkait