Sanksi Kerja Sosial Diberlakukan di Sumsel untuk Tekan Pelanggaran Hukum

foto/istimewa

Sekilas.co – Pelaku tindak pidana tertentu di wilayah hukum Sumatera Selatan akan dikenakan sanksi pidana kerja sosial sebagai bentuk hukuman pengganti. Kebijakan ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mulai diberlakukan pada 2 Januari 2026 mendatang.

Dengan adanya aturan baru tersebut, sanksi tidak lagi hanya berfokus pada hukuman penjara, tetapi juga rehabilitasi sosial yang memberikan manfaat bagi masyarakat.

Baca juga:

Kepala Kejaksaan Tinggi Sumsel, Ketut Sumedana, menjelaskan bahwa hukuman ini akan diwujudkan dalam bentuk kerja sosial yang dijalankan dalam jangka waktu tertentu. Para pelanggar akan ditempatkan di fasilitas umum ataupun fasilitas sosial, sesuai kebutuhan di lapangan.

“Kerja sosial yang dilakukan diperuntukkan untuk kepentingan masyarakat banyak. Tempat-tempatnya di fasilitas umum dan fasilitas sosial. Lokasinya akan ditentukan bersama pemerintah daerah melalui kerja sama yang sudah kita bangun,” ujar Ketut usai penandatanganan nota kesepahaman antara Pemprov Sumsel, Kejati Sumsel, serta pemerintah kabupaten/kota dan Kejari se-Sumsel mengenai sinergitas pelaksanaan pidana kerja sosial, Kamis (4/11/2025).

Mantan Kajati Bali itu menambahkan bahwa pelaku pidana juga akan mendapat pelatihan keterampilan dari balai latihan kerja (BLK) atau lembaga pendukung lainnya. Hal ini diharapkan dapat memberikan bekal produktif agar mereka mampu kembali ke masyarakat dengan lebih baik setelah menyelesaikan sanksinya.

“Tidak hanya diberi sanksi kerja sosial, kami berharap mereka juga memiliki keterampilan setelah menjalani hukuman,” tegasnya.

Meski begitu, Ketut menekankan bahwa kebijakan ini tidak berlaku untuk seluruh jenis pelanggaran hukum. Sanksi pidana kerja sosial hanya diberikan untuk kasus pidana ringan hingga sedang. Sementara itu, pelaku kejahatan berat tetap akan menjalani hukuman penjara sesuai ketentuan.

“Pembunuhan tidak boleh, terorisme tidak boleh. Untuk kasus narkoba, masih dimungkinkan direhabilitasi. Jadi sanksi ini lebih ditujukan bagi pelanggaran yang tidak berdampak luas dan ancamannya di bawah lima tahun penjara,” jelas Ketut.

Ia juga mengungkapkan bahwa akan ada identitas khusus yang dikenakan para pelaku selama menjalani sanksi kerja sosial, sehingga masyarakat tetap dapat melakukan pengawasan.

“Soal rompi khusus dan ciri-cirinya, nanti akan dibicarakan lebih lanjut. Tetapi pasti akan ada identitas khusus,” tambahnya.

Di sisi lain, Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru, menyambut baik penerapan pidana kerja sosial ini. Ia menilai, kebijakan tersebut sangat relevan karena tidak hanya memberikan efek jera, tetapi juga manfaat nyata bagi masyarakat di sekitar.

“Misalnya membersihkan rumah ibadah, membuat saluran irigasi, membersihkan gorong-gorong, atau aktivitas lain yang bermanfaat. Intinya, kerja sosial harus berdampak positif bagi banyak orang,” ungkap Herman Deru.

Ia memastikan bahwa pelaksanaan pidana sosial ini akan dirumuskan ke dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) dan dijadikan Peraturan Daerah (Perda) sebagai dasar hukum di tingkat regional.

Artikel Terkait