sekilas.co – Rancangan revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) kini memasuki tahap penyerapan aspirasi publik. Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) pada Senin, 3 November 2025, bersama Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar kunjungan kerja ke Universitas Jember, Jawa Timur, untuk menghimpun masukan dari berbagai pemangku kepentingan pendidikan tinggi.
Staf Ahli Bidang Regulasi Kemdiktisaintek, Nur Syarifah, mengatakan partisipasi aktif perguruan tinggi sangat penting agar revisi UU Sisdiknas mencerminkan kebutuhan nyata dunia pendidikan. Ia menyoroti sejumlah isu krusial yang tengah dibahas, antara lain kesetaraan antara politeknik dan universitas, pendanaan pendidikan yang berkeadilan, konsistensi kurikulum, serta tata kelola pendidikan tinggi yang adaptif terhadap dinamika global.
“Kami mendorong agar alokasi pendanaan pendidikan minimal 20 persen dari APBN diatur lebih jelas dalam RUU ini, sehingga benar-benar dapat digunakan untuk pemerataan dan peningkatan mutu,” ujar Nur Syarifah, dikutip dari keterangan resmi Kemendiktisaintek, Jumat, 7 November 2025. Selain masalah pendanaan, ia menegaskan pentingnya memasukkan isu kekerasan di lingkungan pendidikan dalam satu bab tersendiri untuk menjamin keamanan dan kenyamanan proses belajar.
Wakil Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian, yang memimpin Panitia Kerja (Panja) RUU Sisdiknas, mengatakan DPR menyoroti lima isu strategis pendidikan tinggi. Kelima isu tersebut adalah tata kelola perguruan tinggi; perlindungan hak mahasiswa dari kekerasan dan diskriminasi; kesejahteraan dosen dan tenaga kependidikan; kesetaraan antara perguruan tinggi negeri dan swasta; serta rekognisi pembelajaran lampau dan kredensial mikro. “Komisi X DPR ingin memastikan pendidikan tinggi mampu berkontribusi langsung pada pembangunan daerah dan menghasilkan sumber daya manusia yang unggul,” kata Hetifah.
Ia juga menekankan pentingnya optimalisasi mandatory spending pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dan APBD, sesuai amanat konstitusi, agar benar-benar meningkatkan mutu pendidikan secara merata. Mandatory spending adalah belanja atau pengeluaran negara yang bersifat wajib dan telah diatur oleh undang-undang, sehingga harus dialokasikan dalam anggaran.
Dukungan terhadap pendekatan partisipatif juga datang dari Rektor Universitas Jember, Iwan Taruna. Ia menilai pengaturan pendanaan secara jelas menjadi kunci untuk memperkuat sistem pendidikan nasional. Iwan juga menekankan bahwa akses pendidikan tinggi yang semakin luas harus diimbangi dengan pengawasan mutu agar tidak menimbulkan kesenjangan antara PTN dan PTS.
Forum penyerapan aspirasi ini turut dihadiri perwakilan LLDIKTI Wilayah VII, APTISI Jawa Timur, Asosiasi Dosen Indonesia (ADI), serta sejumlah politeknik negeri dan swasta di wilayah Jawa Timur. Melalui forum tersebut, berbagai pihak menyampaikan rekomendasi dan pandangan konstruktif terhadap draf RUU Sisdiknas.
Kemdiktisaintek menilai tahapan ini sangat krusial untuk memastikan kebijakan pendidikan disusun berdasarkan prinsip partisipasi, transparansi, dan keberpihakan terhadap mutu pendidikan nasional. “Kemdiktisaintek berkomitmen mendukung proses pembahasan RUU Sisdiknas agar menjadi payung hukum yang kuat bagi transformasi pendidikan menuju Indonesia Emas 2045,” kata Nur Syarifah.





