Mahfud MD Kritik Aturan Kapolri soal Penempatan Polisi Aktif, Dinilai Bertentangan dengan UU

foto/istimewa

Sekilas.co – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menilai Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap) Nomor 10 Tahun 2025 bertentangan dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Peraturan tersebut mengatur penempatan anggota Polri aktif di sejumlah kementerian dan lembaga negara, yang menurut Mahfud tidak memiliki landasan hukum maupun konstitusional yang sah.

Mahfud menegaskan, ketentuan dalam Perkap tersebut secara jelas melanggar Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal itu, kata Mahfud, telah diperkuat melalui Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang menegaskan bahwa anggota Polri yang akan menduduki jabatan di institusi sipil wajib mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Baca juga:

“Anggota Polri harus minta pensiun atau berhenti dari Polri apabila masuk ke institusi sipil. Tidak ada lagi mekanisme atau alasan penugasan dari Kapolri,” ujar Mahfud, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, dalam keterangan tertulisnya pada Jumat, 12 Desember 2025.

Selain itu, Mahfud menilai Perkap Nomor 10 Tahun 2025 juga bertentangan dengan Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam ketentuan tersebut, hanya anggota TNI dan Polri yang diperbolehkan menduduki jabatan sipil tertentu, itupun secara tegas harus diatur dalam undang-undang sektoral masing-masing.

Mahfud menjelaskan bahwa Undang-Undang TNI secara eksplisit menyebutkan adanya 14 jabatan sipil yang dapat ditempati oleh anggota TNI aktif. Sementara itu, Undang-Undang Polri sama sekali tidak mengatur atau membuka ruang bagi anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan sipil mana pun, kecuali jika yang bersangkutan telah mengundurkan diri atau memasuki masa pensiun.

“UU TNI memang menyebut 14 jabatan sipil yang bisa ditempati anggota TNI. Sedangkan UU Polri tidak menyebut satu pun jabatan sipil yang bisa ditempati anggota Polri kecuali mengundurkan diri atau pensiun,” kata Mahfud. “Karena itu, Perkap tersebut tidak memiliki dasar hukum dan konstitusional.”

Mahfud juga meluruskan anggapan bahwa status Polri sebagai institusi sipil otomatis membuat seluruh anggotanya dapat menduduki jabatan sipil di berbagai lembaga negara. Menurutnya, pandangan tersebut keliru karena setiap jabatan sipil memiliki kualifikasi, bidang tugas, dan profesi yang berbeda-beda.

“Itu tidak benar. Semua harus sesuai bidang tugas dan profesinya. Bahkan sesama sipil saja tidak bisa saling menggantikan jabatan. Dokter tidak bisa menjadi jaksa, dosen tidak boleh menjadi jaksa, jaksa pun tidak bisa menjadi dokter,” ujarnya.

Diketahui, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menandatangani Perkap Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Polri yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi pada Rabu, 10 Desember 2025. Sehari setelahnya, peraturan tersebut diundangkan oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum.

Dalam Pasal 3 ayat (1) Perkap tersebut disebutkan bahwa anggota Polri dapat menduduki jabatan di kementerian, lembaga, badan, atau komisi, termasuk organisasi internasional maupun kantor perwakilan negara asing yang berkedudukan di Indonesia.

Adapun kementerian dan lembaga yang dimaksud antara lain Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Hukum, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

Selain itu, penempatan anggota Polri aktif juga dimungkinkan di sejumlah lembaga negara seperti Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam aturan tersebut disebutkan pula bahwa pelaksanaan tugas anggota Polri di berbagai lembaga itu dapat mencakup jabatan manajerial maupun nonmanajerial.

Artikel Terkait