Sekilas.co – Menanggapi usulan pemerintah terkait penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 1447 H/2026 M sebesar Rp88 juta per jamaah, Komisi VIII DPR RI menilai besaran tersebut masih memiliki ruang untuk diturunkan. Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menegaskan bahwa langkah penurunan biaya harus disertai dengan penerapan efisiensi yang menyeluruh serta peningkatan pengawasan terhadap kontrak layanan haji agar penggunaan anggaran lebih optimal dan transparan.
Dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI bersama Kementerian Haji dan Umrah yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/10/2025), Marwan menyampaikan bahwa meskipun usulan pemerintah telah mengalami penurunan sekitar Rp1 juta dibandingkan biaya haji tahun sebelumnya, DPR menilai penurunan tersebut belum mencapai titik efisiensi maksimal.
“Kami mencermati usulan pemerintah sebesar Rp88 juta itu masih bisa diturunkan lagi sekitar Rp1 hingga Rp2 juta. Prinsipnya, efisiensi harus dilakukan di setiap komponen, tanpa mengorbankan kualitas pelayanan bagi jamaah,” ujar Marwan.
Ia menjelaskan bahwa Komisi VIII DPR RI akan melakukan penelaahan menyeluruh terhadap setiap pos pengeluaran dalam struktur BPIH, mulai dari biaya penerbangan, akomodasi, konsumsi, hingga layanan transportasi selama di Tanah Suci. DPR juga meminta Kementerian Haji dan Umrah untuk menyiapkan simulasi perhitungan biaya berdasarkan embarkasi, guna mengidentifikasi wilayah yang berpotensi mengalami pembengkakan biaya logistik dan menemukan celah efisiensi yang lebih besar.
“Kami sudah meminta simulasi hitungan dari Kementerian Haji dan Umrah. Setiap rupiah harus bisa dipertanggungjawabkan. Kalau layanan bisa tetap baik dengan biaya lebih efisien, tentu harus kita dorong agar bisa turun,” ujar legislator Fraksi PKB dari daerah pemilihan Sumatera Utara II tersebut.
Lebih lanjut, Marwan menegaskan bahwa pembahasan BPIH tidak hanya berfokus pada nominal angka semata, melainkan juga mempertimbangkan keseimbangan antara nilai manfaat, kualitas layanan, dan kemampuan finansial jamaah.
“Penurunan biaya bukan semata-mata soal angka, tapi juga soal efisiensi dan keadilan. Kami ingin jamaah tidak terbebani, namun tetap memperoleh layanan terbaik selama menjalankan ibadah haji,” tegasnya.
Selain aspek efisiensi, Komisi VIII DPR juga menekankan pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap pelaksanaan kontrak layanan dengan pihak ketiga di Arab Saudi. Menurut Marwan, transparansi merupakan kunci utama untuk memastikan tidak terjadi pemborosan, penggelembungan biaya, atau penyalahgunaan anggaran.
“Seluruh kontrak dan nota transaksi harus terbuka dan bisa diaudit. Jangan sampai ada komponen biaya yang tidak jelas peruntukannya. Ini dana umat, jadi pengelolaannya harus benar-benar transparan dan akuntabel,” ujarnya menegaskan.
Marwan memastikan, Komisi VIII DPR RI menargetkan pembahasan final BPIH tahun 2026 dapat rampung sebelum akhir Oktober 2025. Dengan demikian, keputusan resmi mengenai besaran biaya haji dapat segera disosialisasikan kepada calon jamaah, sehingga proses pelunasan dan persiapan keberangkatan dapat berjalan sesuai jadwal.
“Kami targetkan keputusan bisa diambil paling lambat 30 Oktober. Semakin cepat diputuskan, semakin siap pula jamaah dan pemerintah dalam mempersiapkan seluruh rangkaian penyelenggaraan ibadah haji tahun depan,” pungkas Marwan.





