Sekilas.co – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah menaruh perhatian serius terhadap persoalan sengketa tiga pulau yang menjadi perbincangan hangat, yakni Pulau Sain, Pulau Piyai, dan Pulau Kiyas. Ketiga pulau yang secara administratif selama ini berada di Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), Provinsi Maluku Utara, kini diklaim sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya. Persoalan ini memunculkan polemik di masyarakat dan berpotensi menimbulkan konflik sosial yang lebih luas apabila tidak segera diselesaikan.
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto, mengakui pihaknya sampai saat ini belum menerima laporan resmi maupun pembaruan informasi terkait sengketa tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa Kemendagri akan segera melakukan pendalaman dan penelusuran untuk memastikan duduk perkara yang sebenarnya. “Saya terus terang belum dapat update atau laporan soal konflik tiga pulau ini. Tapi tentu nanti kami akan dalami, karena ini persoalan yang menyangkut batas wilayah antar daerah dan menyangkut kepentingan masyarakat,” ujar Bima usai menghadiri kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Perencanaan dan Penganggaran APBD Perubahan 2025 serta APBD 2026 di Ternate, Kamis (25/9/2025).
Bima menambahkan, pihaknya akan menindaklanjuti sengketa ini secara hati-hati agar penyelesaiannya tidak menimbulkan gejolak baru di masyarakat. Menurutnya, pemerintah pusat harus mendengar keterangan dari semua pihak, termasuk pemerintah daerah yang terlibat, sebelum mengambil keputusan yang adil dan sesuai dengan aturan perundang-undangan.
Sengketa kepemilikan pulau ini sempat memicu ketegangan di lapangan. Pada Sabtu (20/9/2025), sekelompok warga Desa Umiyal, Kecamatan Pulau Gebe, Halmahera Tengah, melakukan aksi pembakaran terhadap lima unit rumah di Pulau Sain. Rumah-rumah tersebut diketahui merupakan fasilitas yang sebelumnya dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Raja Ampat. Peristiwa ini semakin memperkeruh suasana, sekaligus menunjukkan bahwa persoalan batas wilayah tersebut sudah menyentuh ranah sosial masyarakat di perbatasan.
Menanggapi perkembangan ini, Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, menyatakan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam. Ia memastikan sengketa ini akan segera dibawa ke pemerintah pusat untuk mencari solusi terbaik. Sherly menegaskan rencananya melakukan audiensi langsung dengan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, sekaligus membangun komunikasi intensif dengan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya. “Saya akan komunikasi dengan Gubernur Papua Barat Daya, termasuk Bupati Raja Ampat dan Bupati Halmahera Tengah. Hal ini penting agar ada kejelasan dan supaya masyarakat tidak lagi merasa resah,” kata Sherly di Ternate.
Lebih jauh, Sherly mengingatkan pentingnya semua pihak menjaga ketenangan dan menahan diri agar ketegangan tidak semakin meluas. Ia mengimbau masyarakat di kedua daerah untuk mengedepankan dialog dan tidak terprovokasi tindakan anarkis. “Kita tidak ingin gejolak ini semakin besar, sehingga saya meminta masyarakat dari kedua pihak untuk tetap tenang, menahan diri, dan menyerahkan persoalan ini kepada pemerintah untuk diselesaikan dengan jalur yang sah,” tegasnya.
Sebagai informasi, Pulau Sain, Pulau Piyai, dan Pulau Kiyas berada di wilayah perbatasan antara Provinsi Maluku Utara dan Papua Barat Daya. Posisi geografisnya yang strategis membuat status ketiga pulau tersebut rawan menimbulkan perebutan klaim wilayah. Sengketa batas daerah ini pun menjadi perhatian serius pemerintah pusat, mengingat dampak yang bisa ditimbulkan tidak hanya menyangkut administrasi pemerintahan, tetapi juga berpotensi memicu konflik sosial antarwarga jika tidak segera mendapatkan solusi yang adil dan final.





