Penghapusan Pajak Usaha Kecil, Dukungan Nyata untuk UMKM

foto/ilustrasi

Sekilas.co – Kebijakan perpajakan selalu menjadi topik strategis dalam dinamika dunia usaha. Hal ini sangat terasa terutama pada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang selama ini diakui sebagai tulang punggung perekonomian nasional. Perhatian besar terhadap UMKM bukan tanpa alasan, karena mayoritas unit usaha di Indonesia justru berada pada sektor ini dan berperan besar dalam menjaga ketahanan ekonomi masyarakat.

Menteri Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman, menegaskan bahwa pemerintah tidak akan memberlakukan pungutan pajak bagi usaha kecil dengan omzet terbatas. Penegasan ini bukan hanya sekadar keputusan teknis di bidang fiskal, melainkan sebuah langkah afirmatif yang menunjukkan keberpihakan negara terhadap sektor usaha rakyat.

Baca juga:

Menurut Maman, kebijakan tersebut menjadi wujud nyata dari kehadiran pemerintah di tengah berbagai tantangan yang dihadapi UMKM. Selama ini pelaku usaha kecil kerap terbebani oleh persoalan klasik, mulai dari keterbatasan modal, birokrasi perizinan yang berbelit, hingga tekanan persaingan pasar. Dengan adanya kepastian bahwa mereka tidak akan dikenai pajak pada tahap awal, pelaku UMKM bisa lebih fokus menata dan mengembangkan bisnis tanpa khawatir dengan beban administrasi fiskal.

Kebijakan ini juga secara langsung meredakan kekhawatiran sebagian besar pelaku usaha kecil yang khawatir jika kewajiban pajak justru akan menghambat langkah mereka. Negara hadir untuk melindungi, bukan menekan, sehingga UMKM diberi ruang untuk tumbuh, berdaya saing, dan berkontribusi lebih besar pada perekonomian.

Data Kementerian Koperasi dan UKM pada 2024 mencatat jumlah UMKM mencapai lebih dari 64,2 juta unit, atau sekitar 99,99 persen dari total unit usaha di Indonesia. Dari jumlah tersebut, UMKM mampu menyerap lebih dari 123 juta tenaga kerja, atau sekitar 97 persen dari total tenaga kerja nasional. Tidak hanya itu, kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga sangat signifikan, yakni 61,07 persen pada 2023.

Namun, besarnya peran UMKM belum sepenuhnya diimbangi dengan dukungan struktural yang memadai. Kendala pembiayaan masih menjadi masalah utama. Data OJK pada 2023 menunjukkan bahwa porsi kredit perbankan untuk UMKM baru sekitar 21,26 persen dari total kredit nasional, masih jauh dari target 30 persen yang ditetapkan pemerintah untuk 2024. Di sisi lain, rendahnya literasi digital membuat banyak UMKM belum optimal memanfaatkan teknologi untuk memperluas pasar.

Dalam kondisi inilah kebijakan pemerintah membebaskan pajak bagi usaha kecil menjadi langkah strategis yang memberi napas segar. Berdasarkan PP No. 23 Tahun 2018, UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun dibebaskan dari kewajiban Pajak Penghasilan (PPh) Final. Artinya, usaha kecil dapat memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada untuk pengembangan bisnis, tanpa terbebani kewajiban fiskal pada masa awal perintisan.

Lebih dari sekadar keringanan administrasi, kebijakan ini adalah investasi jangka panjang. Pemerintah memahami bahwa UMKM adalah pondasi ekonomi rakyat. Dengan insentif fiskal, daya tahan UMKM diharapkan meningkat, basis formalitas usaha bertambah luas, serta produktivitas nasional ikut terdongkrak.

Pengalaman selama pandemi COVID-19 membuktikan betapa rentannya UMKM. Lebih dari 30 juta unit usaha mengalami penurunan omzet drastis, sehingga kebijakan pembebasan pajak yang ditanggung pemerintah ketika itu menjadi penyelamat bagi jutaan pelaku usaha. Contoh tersebut menegaskan pentingnya afirmasi pemerintah melalui kebijakan fiskal yang berpihak.

Dengan demikian, penghapusan pajak bagi usaha kecil harus dipahami bukan hanya dari sisi teknis penerimaan negara. Lebih dari itu, kebijakan ini adalah bentuk keberpihakan dan strategi jangka panjang untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional melalui sektor UMKM, yang selama ini terbukti menjadi penopang utama masyarakat Indonesia.

Artikel Terkait